TAMIANG LAYANG, jurnalisbicara.com – Mu’au adalah tradisi menanam padi secara beramai-ramai atau bergotong-royong pada lahan kering atau ladang dalam masyarakat Dayak Maanyan di Kabupaten Barito Timur Kalimantan Tengah.
Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada awal musim hujan antara bulan September hingga akhir bulan November. Sebelum tiba waktunya menanam padi, terlebih dahulu dilakukan pembukaan atau pembersihan lahan yang biasanya diakhiri dengan pembakaran meski sebenarnya saat ini pemerintah mulai melarang pembakaran lahan.
Bagi masyarakat Dayak, sisa pembakaran lahan yang telah didiamkan beberapa waktu diyakini dapat memberikan kesuburan bagi tanaman padi.
Mu’au umumnya dilaksanakan dengan membagi tugas antara pria dan wanita. Yang pria berada di barisan depan membawa tongkat kayu runcing untuk membuat lubang di tanah, sedangkan wanita berada di barisan belakang bertugas memasukkan benih padi atau Wini ke dalam lubang yang telah dibuat.
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia Komisi Pemilihan Umum atau KPU Barito Timur, Zarmiyeni menilai tradisi Mu’au yang masih terpelihara dengan baik oleh masyarakat Dayak Maanyan merupakan salah satu miniatur sistem demokrasi yang ada di desa.
“Dari proses mengundang warga atau tetangga saat akan dilaksanakan Mu’au sampai hari H-nya saat warga berkumpul dengan suka rela untuk membantu meski tidak semua memiliki ladang, ini merupakan sebuah sistem demokrasi paling sederhana,” ucapnya usai mengikuti kegiatan Mu’au di ladang salah satu warga Desa Haringen, Selasa, 23 November 2021.
Menurutnya, dalam kegiatan Mu’au tuan rumah atau pemilik ladang juga menyiapkan makanan dan minuman untuk dinikmati bersama. Tradisi menanam padi yang biasa dimulai pada pagi hari saat matahari terbit ini selalu diisi dengan obrolan akrab terkait berbagai hal, mulai dari masalah pandemi, ekonomi hingga masalah politik.
Yang unik dari tradisi Mu’au yaitu adanya pemimpin yang dinamakan Pemangkas. Pemangkas bertugas memandu kegiatan tersebut hingga ladang selesai ditanami Wini. Sebelum dimulai, Mu’au juga diawali dengan memanjatkan doa agar tradisi gotong royong itu berjalan dengan lancar serta kelak hasil padi yang didapat melimpah.
“Tradisi ini memberikan banyak sekali pembelajaran tentang demokrasi terutama saat Pemangkas memberikan arahan yang harus diikuti sehingga kegiatan Mu’au juga terarah,” ujar Zarmiyeni.
Bagi dia, Mu’au yang diikuti oleh berbagai kalangan warga menjadi kesempatan untuk berbagi informasi atau memberikan pendidikan pemilih sesuai dengan program KPU membentuk Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan atau DP3.
“Informasi yang disampaikan saat ngobrol santai di sela-sela Mu’au bisa tersampaikan ke semua kalangan karena warga yang bukan petani pun biasa hadir dalam tradisi Mu’au masyarakat Dayak Maanyan,” kata Zarmiyeni. (Tri/Jubir)