KOTA SUKABUMI, jurnalisbicara.com –
Kasus gratifikasi yang menyeret mantan Ketua BPP HIPMI Mardani H Maming kian jadi sorotan saat ini. Banyak pihak yang menilai penetapan hukum terhadap Maming mengandung kekeliruan.
Diketahui Maming terseret kasus saat ia menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu. Ia diputus bersalah atas dugaan suap terkait izin usaha pertambangan.
Penegakan hukum kepada Mardani menjadi sorotan karena putusan hakim yang dinilai cenderung presumption of corruption atau praduga korupsi yang berlebihan.
Ketua Umum BPC HIPMI Batam M Yasir Abdillah dalam hal ini turut menyayangkan keputusan hakim terhadap perkara Maming dan mempertanyakan keadilan untuk Maming.
“Dengan pemerintahan dan Kabinet Baru Indonesia 2024-2029, semoga penegakan hukum dapat berjalan lebih baik sehingga tidak ada lagi ketidakadilan atau kasus serupa yang menimpa generasi muda,” ucapnya.
Dikatakan Yasir, sebagai seorang pengusaha Mardani H Maming merupakan contoh bagi generasi selanjutnya, sosoknya kerap memotivasi pengusaha muda lain untuk berkarya.
Namun kasus gratifikasi yang menjeratnya saat menjadi Bupati Tanah Bumbu, cukup membuat banyak pengusaha muda terpukul, bahkan berdampak pada investor yang hendak menjajaki investasi di Indonesia.
Seiring dengan itu, banyak guru besar hukum yang juga menilai ada kekeliruan oleh penegak hukum dalam kasus ini, sehingga memunculkan sejumlah desakan dari para pakar dan akademisi untuk pembebasan Maming.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LLM. Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK, menyampaikan bahwa terdapat delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Mardani H Maming.
Ia menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan tidak didasarkan pada fakta hukum, melainkan lebih didasarkan pada imajinasi penegak hukum.
“Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius,” tegas Prof. Romli. (ida)