Ilustrasi Koran Langganan.
BANDUNG– Pembayaran langganan media, baik itu online, jurnal ataupun surat kabar di dunia pendidikan tercoreng oleh ulah beberapa oknum. Baik itu dari pihak ASN pengelola pembayaran uang langganan atau pihak media itu sendiri yang bertujuan mengelabui para kepala sekolah dari segi pembayaran langganan.
Dari hasil pantauan dilapangan, pengelabuan itu seakan akan terkoordinir secara rapih tanpa adanya komplain dari pihak-pihak yang terkait.
Bagaimana ini bisa terjadi, seperti yang dijelaskan beberapa sumber kepada tim Liputan Khusus, JUBIR. Kamis, (09/04/2021). Sebut saja, WF (inisialnya).
READ ALSO |
Ia mengatakan bahwa kejadian ini sering dengan modus beberapa media cetak atau koran hanya terbit ketika adanya pencairan BOS ( Biaya Operasional Sekolah).
“Ya, aneh. Cetaknya itu kalau pas ada pencairan dana BOS aja, dan sekolah juga tahu itu. Seperti ada mainlah dengan pihak-pihak terkait,” kata dia.
Hak seperti ini memang sering terjadi dibeberapa daerah saja di Jawa Barat, tetapi di Kabupaten Bandung lebih ironis, seperti halnya di kecamatan Soreang.
“Hal tersebut tidak jarang terjadi, bahkan dengan santai tanpa ada rasa berdosa oknum oknum ini merasa nyaman menikmati hasil pembayaran uang langganan koran yang terkadang terbit dan terkadang tidak,” ungkap WF.
Iklan :
Menurutnya, hingga saat ini dari beberapa kejadian yang menimpa para sekolah dalam beberapa kali pemeriksaan dari instansi terkait, penggelembungan nilai atau harga dari langganan koran ini selalu menjadi masalah.
“Apalagi ketika diketahui uang langganan dibayarkan akan tetapi korannya tidak ada, hanya kwitansinya saja, itupun jika si oknum ini mengirimkan kwitansinya,” cetusnya.
Bagaimana kejadian ini bisa terjadi sampai sekarang, kata WF. Hal ini dikarenakan ada oknum ASN dan oknum wartawan berkolaborasi.
“Seperti ada semacam win-win solution atau pembagian hasil yang bisa menambah ketebalan kocek mereka. Meski ketebalannya hanya sedikit saja,” jelas WF.
Bahkan yang lebih miris adalah ketika ketika salah satu media mingguan dibayarkan peredisi (satu minggu sekali). Akan tetapi media tersebut hanya dikirim 1 eksemplar saja dalam satu
bulan, imbuhnya.
READ ALSO |
Belum lagi koran soek, lanjut dia. Dimana koran tersebut tidak pernah terbit, namun pembayaran
tetap saja lancar meski tidak sesuai dengan jumlah yang tertera dalam draff langganan.
“ini, patut diduga ada kerja sama dengan oknum ASN atau pengelola pembayaran media,”tegas WF.
Diketahui, karena jumlah yang diajukan kepada para kepala
sekolah hanya dibayarkan separuh saja kepada oknum wartawan koran soek tersebut, tambah dia.
Selain kejadian diatas, kejadian lain dalam lingkaran pembayaran media ini masih ada lagi beberapa modus, dimana koordinator media meminta pembayaran langganan sejumlah tertentu seperti draft yang tidak sesuai.
” Ya, karena jumlah korannya atau tabloid tidak sesuai yang diajukan kepada pengelola. Akan tetapi koran yang ada jauh dari jumlah koran yang dibayarkan dan tentu saja kelebihan pembayaran dinikmati oleh sang koordinator itu sendiri,” tandasnya.
Hal ini, tentu akan mencoreng institusi pendidikan khususnya Kabupaten Bandung. Terlebih pendidikan adalah barometer pembentukan mental dan karakter.
“Sampai kapan, ini terjadi. Kenapa Disdik seperti diam seribu bahasa, ada apa?, kenapa?, hanya setan gundul dan hantu blau saja yang tahu. Karena selama masih bisa menikmati, kenapa harus berhenti,” tutup dia. (Why/Jubir).***
(Editor: Reza).
Mental korup, ya susah