SEMARANG, JURNALISBICARA.COM – Tanah seluas 17 Ha di Kampung Cebolok Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari Kota Semarang yang selama ini di garap oleh warga lebih dari 10 tahun, kembali menjadi keresahan di kalangan masyarakat.
Pasalnya, warga yang telah menempati tanah tak bertuan ini mendadak didatangi oleh sekelompok orang dan disuruh keluar dengan paksa untuk mengosongkan rumah mereka. Para oknum tersebut merupakan kelompok pengembang PT. Mutiara Arteri Properti milik seorang pengusaha bernama dr. Setyawan.
Sudah beberapa kali dilakukan mediasi, antara pengembang dengan para warga penggarap, namun demikian hasilnya nihil.
READ ALSO : |
Dari informasi yang berkembang, pokok permasalahan warga melawan pengembang ini sejak bulan Januari 2021. Mediasi pernah dilakukan di Kantor Kecamatan Gayamsari pada awal Januari 2021, dengan mediator Camat Gayamsari yang dihadiri oleh para aparatur daerah Kecamatan Gayamsari, ada Lurah Sambiroto, Kapolsek Danramil, juga ada Kasi Hukum BPN Jawa Tengah.
Seperti diketahui, pengembang yakni PT. Mutiara Arteri Properti mengklaim bahwa tanah seluas sekitar 17Ha itu adalah milik dr. Setyawan, dia adalah pemilik PT. Mutiara Arteri Properti. Berbagai cara pun dilakukan oleh pengembang agar warga dapat keluar dari tanah seluas 17Ha tersebut, dari pemberian uang tali asih dari Rp.5 juta hingga Rp.20 Juta dan pembongkaran bangunan warga.
Tidak semua warga mau menerima tali asih dari pengembang, selain tali asih yang mereka terima sangat kecil, juga mereka merasa selama ini kenapa tanah tersebut terbengkelai bagaikan tanah tak bertuan hampir 10 tahun lebih.
Dari hasil penelusuran, dari berbagai narasumber diantaranya Ketua Umum GNPK-RI, H. M. Basri Utomo. Pihaknya menjelaskan persoalan terkait tanah Cebolok.
“Tanah Cebolok itu masih bermasalah dengan Negara,” kata H.M. Basri Utomo, kepada penulis di salah satu kawasan di Kota Semarang, Jum’at (29/01) kemarin.
“Kepada Saudara Budiarto Siswoyo, perlu anda ketahui, warga akan pergi dari tanah seluas 17Ha yang anda punya dengan sendirinya tanpa ada paksaan, tetapi dengan syarat selesaikan dahulu kewajiban anda yaitu hutang-hutang anda kepada negara,” paparnya.
READ ALSO |
Budiarto Siswoyo adalah ahli waris yang masih hidup dari alm. Cipto Siswoyo yang memiliki perusahaan PT. Tjahja Sari dan PT. Tesindo Sejati, sejak tahun 1998 hingga tahun 2021, lebih kurang 23 tahun, belum pernah menyelesaikan atau melunasi hutangnya kepada Negara atau Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Artinya atas perbuatan tersebut bukan saja Negara juga Rakyat Indonesia telah dirugikan, ujarnya.
“Dia itu, si Budiarto Siswoyo, udah mencuri banyak, dicuil sedikit aja oleh rakyat dia marah seperti pemilik sesungguhnya. Kalau dia mati-matian bertahan dengan harta warisan orang tuanya si Cipto Siswoyo, sebaiknya dia juga serius dong menyelesaikan hutang orang tuanya kepada negara yang telah membesarkan dan memakmurkan hidupnya,” tuturnya.
Menurut keterangan, hutang PT. Tesindo kepada Negara sejak tahun 2003 dalam rupiah sekitar Rp. 325.276.686.590,- (Tiga ratus dua puluh lima miliar,dua ratus tujuh puluh enam juta enam ratus delapan puluh enam ribu lima ratus sembilan puluh rupiah) dan dalam mata uang asing sekitar USD 43.891.279 (Empat puluh tiga juta delapan ratus sembilan puluh satu ribu dua ratus tujuh puluh sembilan dolar Amerika Serikat)
Sedangkan, hutang PT. Tjahja Sari kepada Negara sejak tahun 2003 dalam rupiah sekitar Rp. 61.602.518.963,- (Enam puluh satu miliar enam ratus dua juta lima ratus delapan belas ribu sembilan ratus enam puluh tiga rupiah) dan dalam mata uang asing sekitar USD 10.665.614 (Sepuluh juta enam ratus enam puluh lima ribu enam ratus empat belas dolar Amerika Serikat), pungkasnya. (Er/Jubir).***