Opini  

Perda Berantas LGBT, Efektifkah? ini Alasannya

HAM yang menjadi acuan dalam sistem demokrasi sekuler saat ini, bukan Islam. Dimana tidak ada tempat bagi penerapan syariat Islam Kaffah. Solusi permasalahan manusia tidak akan pernah tuntas, dengan asas yang batil, apalagi jika bersumber pada akal manusia yang lemah.

Akar permasalahan munculnya penyimpangan seksual saat ini adalah buah dari ideologi sekulerisme yang sekarang di adopsi oleh Indonesia. Di mana masyarakat sekuler memandang wanita maupun pria hanya sebatas pemuasan naluri. Ketika tidak puas dengan lawan jenis, karena pikiran bebas mereka, sah-sah saja saat melakukan hubungan dengan sesama jenis, bahkan dengan hewan sekalipun.

Sistem saat ini menjadikan manusia tidak terikat dengan aturan Sang Pencipta, sehingga manusia hidup bebas jauh dari agama. Bagi mereka, aturan agama dianggap tidak memiliki wewenang untuk mengatur kehidupan manusia di dunia. Agama hanya dianggap sebagai ritual saja, dan aturan kehidupan diatur berdasarkan pemikiran manusia yang lemah dan terbatas. Kondisi ini diperparah dengan kemajuan teknologi, di mana industri pornografi semakin subur, dan konten 18+ di dunia maya yang mudah diakses. Semua kemudahan ini seakan menjadi stimulus seksual yang mendorong manusia memenuhi hasrat mereka secara bebas dan membabi buta, serta menormalisasi penyimpangan.

Paradigma sekuler menjadi spirit bagi negara dalam menerapkan berbagai kebijakan dalam sistem sosial masyarakat dan bernegara, di mana kaum LGBT seakan diberi ruang kebebasan, apalagi sebagian negara sudah melegalkan pernikahan sesama jenis. Aturan-aturan yang mengabaikan dampak sosial dan kesehatan. Di mana adat ketimuran tergerus oleh gaya kebarat-baratan, dunia tidak mampu membendung dan mencegah arus kaum LGBT, yang menyebar bak virus. Di mana gaya hidup bebas semakin meluas, meminggirkan aturan Sang Pencipta, dan memisahkan agama dari kehidupan; itulah sekularisme.

Baca Juga :  OPINI : Solusi Tuntas Bullying, Apa Penyebabnya?

Sedang dalam Islam, naluri seksual adalah salah satu potensi alamiah yang ada pada manusia, dan dalam penyalurannya ada aturannya. Hanya aturan Allah yang satu-satunya dihalalkan dalam mengimplementasikan naluri nau’ (naluri melestarikan keturunan); aturan Islam sudah sangat menegaskannya. Aturan preventif di dalam Islam yaitu mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, juga sesama jenis. Hal ini tentu saja berperan untuk menghindari penyakit masyarakat seperti LGBT dan kejahatan seksual yang sering terjadi di tengah masyarakat.

Peran negara pun sangat dibutuhkan dalam kondisi seperti ini, di mana negara wajib melindungi rakyatnya dengan mengontrol berbagai konten dan informasi media yang bisa menstimulasi syahwat masyarakat banyak, yang bisa menyesatkan pemikiran dan perasaan, sehingga masyarakat mudah menormalisasi suatu penyimpangan. Negara akan menerapkan hukum yang mengatur sanksi kepada perilaku seksual yang menyimpang dan pelaku zina.

Rajam adalah hukuman bagi pelaku muhshan (sudah pernah menikah) dan cambuk 100 kali bagi ghairu muhshan (belum pernah menikah). Untuk pelaku homoseksual, hukumannya adalah hukuman mati.

Sabda Rasulullah saw., “Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah).

Untuk pelaku lesbi serta perilaku penyimpangan seksual lainnya, sanksinya diserahkan kepada Khalifah. Adapun sabda Rasulullah saw., “Lesbi (sihaaq) di antara wanita adalah (bagaikan) zina di antara mereka” (HR. Thabrani).

Sanksi/hukuman mati bagi kaum homoseksual, ada perbedaan mengenai aspek teknisnya. Sebaiknya dibakar hidup-hidup, menurut Ali bin Abi Thalib ra., mereka harus mencari gedung yang paling tinggi, kemudian mereka dilemparkan hingga jatuh, dan begitu menyentuh tanah, dilempari batu sampai mati, menurut Ibnu Abbas ra., adapun menurut Utsman bin Affan ra. dan Umar bin al-Khaththab ra. dengan dilempar ke tembok hingga mati.

Baca Juga :  Belajar Memahami Substansi

Para sahabat nabi memang mempunyai pandangan berbeda mengenai sanksi yang diterapkan, namun semua sepakat bahwa kaum homoseksual dan lesbian dijatuhi hukuman mati, menurut Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizham al-Uqubat.

Hukuman/sanksi dalam Islam akan menggugurkan siksa di akhirat bagi si pendosa. Di mana hukuman/sanksi di akhirat akan lebih berat dibandingkan hukuman/sanksi di dunia. Hukuman/sanksi dalam Islam berfungsi sebagai penebus (jawabir) dan pencegah (jawazir). Dikatakan penebus karena hukuman/sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan hukuman/sanksi di akhirat, sedangkan disebut pencegah karena akan mencegah orang lain melakukan tindakan dosa tersebut karena takut akan hukuman/sanksi yang berlaku.

Menjadi kewajiban kita, umat Islam, untuk melawan segala jenis propaganda yang mengatasnamakan HAM seakan membela kaum LGBT, namun sesungguhnya mereka membawa manusia menuju kerusakan dan kesesatan. Semua agama melarang penyimpangan orientasi seksual ini, terlebih lagi di dalam agama Islam. Umat Islam, khususnya di Indonesia, harus sadar bahwa LGBT merusak kelestarian manusia, dan ini adalah perbuatan yang sangat keji di mana Allah SWT dan Rasulullah saw. melaknat penyimpangan tersebut.

Urgensitas penerapan Syariah Islam sangat dibutuhkan saat ini, di mana konsep dan seperangkat aturan mengatur hubungan antara wanita dan pria dalam bingkai Khilafah Islam. Ini diperlukan untuk menghadang dan melawan gerakan global yang destruktif dan berbahaya, terutama bagi umat Islam dan umumnya umat manusia di dunia.