KOTA BANJAR, jurnalisbicara.com – Pemasangan ornamen khas perayaan Imlek di Kantor Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu serta Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banjar sejak 19 Januari 2025 memicu perdebatan di masyarakat. Langkah tersebut dilakukan berdasarkan Surat Sekretaris Jenderal Kemenag RI No. B-270/SJ/BIX/KP.02/01/2025 yang dikeluarkan pada 17 Januari 2025.
Kebijakan ini bertujuan menghormati keberagaman dan memfasilitasi perayaan keagamaan umat Khonghucu menjelang Tahun Baru Imlek 2576/Kongzili yang jatuh pada 29 Januari 2025.
Kepala Kemenag Kota Banjar, H. Ahmad Fikri Firdaus, menjelaskan bahwa pemasangan ornamen tersebut merupakan bagian dari komitmen mewujudkan modernisasi beragama.
“Pemasangan ornamen Imlek ini bukan hanya bentuk penghormatan terhadap umat Khonghucu, tetapi juga cerminan komitmen kami dalam menciptakan toleransi dan harmoni sosial,” ungkapnya.
Kemenag juga menegaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan Edaran Menteri Agama No. 11 Tahun 2023, yang memperbolehkan fasilitas kantor Kemenag digunakan untuk kegiatan ibadah sementara. Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan rasa nyaman dan diakui bagi umat Khonghucu di tengah masyarakat majemuk.
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari beberapa kalangan, termasuk Aktivis Forum Muslim Banjar, Ust. Rf, yang menilai langkah tersebut berlebihan dan berpotensi menyesatkan umat.
“Moderasi dan toleransi yang diusung Kemenag justru menjauhkan umat dari Islam kaffah dan mengokohkan Islam sekuler,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan relevansi pemasangan ornamen Imlek di kantor urusan haji.
“Ada banyak cara untuk menghormati agama lain tanpa harus menggunakan simbol-simbol mereka,” tegasnya.
Ust. Rf mengajak Kemenag untuk berdialog mengenai konsep toleransi yang benar dan menegaskan bahwa pihaknya akan terus menyuarakan penolakan jika ornamen tersebut tidak segera dicopot.
Di tengah polemik ini, Kemenag Kota Banjar mengajak masyarakat menjadikan momen Imlek sebagai inspirasi untuk memperkuat persaudaraan dan toleransi antarsesama.
“Kami berharap masyarakat dapat memahami bahwa langkah ini bertujuan menciptakan harmoni sosial tanpa mengurangi nilai-nilai agama yang diyakini masing-masing,” tambah Ahmad Fikri Firdaus.
Polemik ini menunjukkan pentingnya dialog yang konstruktif antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat untuk memastikan semangat toleransi terwujud tanpa menimbulkan perpecahan di tengah keberagaman.(Dani)