KAB.OKI, jurnalisbicara.com – Di tengah tantangan keberlangsungan hidup gajah Sumatera, langkah-langkah konservasi di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Padang Sugihan menjadi terang dalam ancaman kepunahan.
Dari pemeriksaan kesehatan rutin hingga program pemulihan habitat, merupakan tindakan berharga dalam memastikan masa depan yang cerah bagi spesies ini.
Dua tahun terakhir Drh. Wahyu Tri Utomo diminta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel merawat puluhan gajah di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Jalur 21 Suaka Margasatwa (SM) Padang Sugihan Sumsel. Dokter hewan dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten OKI ini diminta keahliannya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, pemberian suplemen, vitamin dan obat-obatan.
Merawat Gajah Layaknya Manusia
Layaknya manusia, mamalia besar ini juga perlu diperhatikan kesehatannya melalui pemeriksaan rutin.
“Tugas saya melakukan tindakan medis, mulai dari perawatan, pengobatan, hingga pencegahan penyakit, terhadap gajah jinak di sana.” Ujar Wahyu melalui sambungan Telpon, Rabu, (9/5).
“Intinya, memastikan bahwa gajah-gajah di Padang Sugihan ini dalam keadaan sehat dan sejahtera. Namun, jika ada gajah liar yang sakit, bersama-sama Tim BKSDA juga ikut membantu mengobati.” Ujarnya.
Merawat gajah bukan perkara mudah. Mendiagnosis penyakit pada gajah tidak semudah mendiagnosis penyakit pada hewan lainnya. Pada gajah, gejala baru akan muncul saat kondisi sudah parah.
“Tubuhnya lemah, jalannya lunglai, mata sayu, nafsu makan berkurang. Tidak hanya itu, jumlah kotoran berkurang dari biasanya. Kadang juga diare. Pemeriksaan kesehatan harus rutin dan segera dilakukan,” ujar Wahyu.
Bahkan jika gejala berlanjut, harus juga dengan cek laboratorium darah, feses, dan urin.
Kerjasama dengan mahout terang dia sangat penting untuk mengetahui riwayat kesehatan gajah.
“Pastinya, kami akan bertanya ke mahout, apa yang dimakan gajah asuhannya beberapa hari terakhir. Bagaimana nafsu makan minumnya, tingkah laku, kondisi feses dan urin serta catatan medis lain pendukung untuk memastikan riwayat keseharian,” Urai pria lulusan Pendidikan Dokter Hewan Universitas Udayana Bali itu.
Selain itu, tambahnya kesehatan seekor gajah tidak semata tergantung pada gajahnya saja, melainkan juga pada lingkungannya. Semakin berkurang (atau mengecil) habitatnya, nutrisi yang tersedia akan semakin sedikit. Alhasil, gajah harus disuplai dengan suplemen buatan manusia.
Hewan Cerdas, Manja dan Jahil
Banyak kesan cerita Drh. Wahyu saat merawat gajah, yang sehat, sakit, gajah hamil maupun merawat anak gajah.
“Ketika sakit, sifat manjanya keluar. Bahkan, pawangnya [mahout] harus menunggu. Bila tidak dituruti, dia gelisah.” Tuturnya.
Merawat hewan terang Wahyu tidak cukup dengan pengetahuan medis saja perlu naluri dan kesungguhan.
“Untuk merawat satwa, kita harus bermain dengan perasaan dan naluri sebab mereka tidak bisa bicara. Kitalah yang berusaha mengerti apa yang mereka rasakan,” ujarnya.
Tantangan lainnya terang dia saat merawat gajah yang berusia remaja dengan tabiat seperti anak baru gede (ABG) layaknya manusia.
“Harus pintar-pintar melihat kondisi emosi gajahnya. Terlebih anak gajah yang masih berusia remaja, emosinya naik-turun karena masa pubertas.
Jika sudah “ngambek”, kata Wahyu, harus jaga jarak dulu, “kita lihat lagi, kalau dia lagi nggak bagus emosinya, kita mengalah dahulu, apalagi gajah ini satwa yang pandai,” kata Wahyu.
Kawasan Koservasi Gajah
Area Pusat Konservasi Gajah (PKG) Jalur 21 merupakan tempat paling tinggi di Suaka Margasatwa (SM) Padang Sugihan yang berdekatan dengan sungai, rawa dan daratan. PKG Jalur 21 berada pada seluruh blok pemanfaatan SM Padang Sugihan dengan luasan mencapai 7.349,60 hektar.
Kawasan ini tidak semata berfungsi sebagai fasilitas pelatihan gajah, tetapi juga menyediakan luasan yang memadai untuk pengembalaan dan pergerakan semi liar bagi gajah.
Saat ini jumlah gajah sumatera yang ada di PKG Jalur 21 sebanyak 28 ekor yang terdiri dari tujuh ekor pejantan dewasa, sembilan ekor induk betina, tujuh ekor anak jantan, dan lima ekor anak betina.
Pada Februari 2023 lalu seekor anak gajah berjenis kelamin jantan, lahir di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Suaka Margasatwa (SM) Padang Sugihan ini.
Anak gajah tersebut lahir dari induk gajah yang bernama Een dan pejantan Gapula.
Kemudian oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya diberi nama Espen Barth Eide dengan nama panggilan Espen. Setahun kelahirannya kini Espen tumbuh sehat. Hal ini menunjukkan kondisi ekosistem SM Padang Sugihan cukup nyaman untuk terjadinya perkembangbiakan.