Oleh : Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
JURNALIS BICARA – Bandung pernah mengalami kasus perceraian tertinggi di Jawa Barat. Tahun lalu, yakni pada 2023 telah mengalami penurunan, menjadi urutan ke-6, mencapai 5.861 kasus. Jumlah ini menurun dari 7.365 kasus perceraian berdasarkan data Pegadilan Agama di tahun 2022, dilansir dari Laman Instagram @bdg.data.
Di sisi lain, telah disiapkan oleh Pemda Kota Bandung, sejumlah instrumen untuk penguatan keluarga, berbasis perlindungan terhadap anak dan perempuan. Ini sejalan dengan upaya pencegahan potensi konflik di level keluarga, yang akhirnya bisa berujung kepada perceraian ataupun kekerasan terhadap anak dan perempuan. (jabarprov.go.id, 26/04/2024)
Ini adalah berita yang sangat menggembirakan, tapi harus juga didetili, bagaimana kaitan antara turunnya angka perceraian terhadap permasalahan keluarga? Apakah kesejahteraan keluarga sudah meningkat? ekonominya sudah maju? Kesehatan setiap anggota keluarganya sudah terjamin? Keamanan keluarganya terjaga? Sehingga follow up dari kebijakan yang dibuat pemerintah bisa mencakup semua solusi terhadap permasalahan lainnya dan tidak hanya sebatas pencegahan kekerasan dan konflik saja.
Sekulerisme Kapitalisme Akar Masalah Keluarga
Angka perceraian turun tidak otomatis menandakan bahwa permasalahan terkait keluarga di Jabar sudah tertangani dengan tuntas. Program penguatan keluarga hanya akan berhasil jika akar permasalahannya dituntaskan, yakni penerapan sistem sekulerisme kapitalisme yang menghancurkan institusi keluarga.
Krisis multidimensi yang muncul akibat penerapan sistem sekulerisme kapitalisme telah mengganggu pola hubungan antara anggota dan bangunan keluarga, sehingga rentan ketidak harmonisan dan perceraian. Bahkan tak hanya struktur keluarga yang rapuh, tapi masyarakat pun ikut rusak, padahal antara keluarga dan masyarakat, keduanya saling mempengaruhi.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah nyata-nyata memproduksi kemiskinan secara sistemik dan kesenjangan sosial yang semakin lebar. Badai PHK pun ada dimana-mana, pajak terus melangit, sementara biaya kebutuhan pun semakin jauh dari kemampuan masyarakat. Sehingga kebanyakan keluarga kurang sejahtera.